Suatu hari Imam Junaid Al Baghdadi duduk di masjid Asy Syuniziyyah Bersama penduduk Baghdad lainnya beliau menunggu beberapa jenazah yang hendak mereka shalati. Dihadapan Imam Junaid, terlihat ada seseorang yang sedang meminta minta.
"Andai saja orang ini mau bekerja hingga terhindar dari perbuatan meminta minta tentu lebih bagus", kata Imam Junaid dalam hati.
Kondisi aneh dirasakan imam Junaid sepulang dari Masjid, beliau mempunyai rutinitas shalat dan munajat sampai menangis setiap malam. Tapi kali ini terasa berbeda, seakan-akan berat untuk melaksanakan semua wiridnya. Ulama yang biasa disapa Abul Qosim ini hanya bisa begadang sambil duduk hingga rasa kantuk menaklukkannya. Dalam gelisah, Imam Junaid pun terlelap.
Tiba-tiba saja orang fakir yang beliau jumpai di Masjid itu hadir dalam mimpinya. Anehnya, si pengemis tersebut digotong para penduduk Baghdad lalu menaruhnya di atas meja makan yang panjang.
Dalam mimpi, orang-orang berkata kepada Imam Junaid, "makanlah daging orang fakir ini. sungguh kau telah mengumpatnya".
Imam Junaid terperangah. Ia merasa tidak pernah mengumpat pengemis itu. Sampai akhirnya sadar bahwa beliau pernah menggunjingnya dalam hati soal etos kerja.
Dalam mimpi itu, Imam Junaid didesak untuk meminta maaf atas perbuatannya tersebut.
Sejak saat itu, imam Junaid berusaha mencari si fakir ke semua penjuru, berulang kali gagal menjumpainya, hingga suatu ketika beliau melihatnya sedang memunguti dedaunan diatas sungai untuk dimakan. Dedaunan itu adalah sisa sayuran yang jatuh saat dicuci.
Segera Imam Junaid menyampanya dan tanpa disangka keluar ungkapan balasan, "apakah kau akan mengulanginya lagi wahai Abul Qosim?"
"Tidak" jawab imam Junaid
"Semoga Allah mengampuni diriku dan dirimu".
Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Junaid sendiri dalam Raudlatul Rahahin karya Abdul As'ad al-Yafi'i.
Imam Junaid beruntung, peringatan untuk kesalahan kecilnya datang lewat mimpi sehingga bisa berbenah diri. Lantas bagaimana dengan orang-orang yang gemar mengumpat, mencela orang lain, bukan saja dalam hati, tapi juga terang terangan lewat lisan atau tulisan?
Wallahu alam....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar