MENGENAL ASWAJA
ANNAHDLIYAH
Oleh:
Masruchin, S.Ag
(Penulis adalah Wakil Ketua NU Ranting
Juwet)
ASWAJA ???
اهل السنة والجماعة
Berbicara NU
tidak bisa lepas dari Aswaja karena keduanya bagai sisi mata uang. Ketika
menyebut NU akan terbayang dalam pikiran para imam besar ; al-Asy'ari dan
al-Maturidi dalam bidang teologi, imam Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan imam
Hambali dalam bidang fiqih, serta imam al-Junaidi dan imam Al-Ghazali dalam
bidang tasawuf. Dalam kenyataannya memang NU mengembangkan faham Aswaja yang
berpangkal dari pandangan-pandangan mereka. Dari situlah NU selalu menampilkan
watak yang fleksibel dalam menyikapi realitas.
APA ITU ASWAJA ?
Aswaja
merupakan akronim dari ahlussunah wal jama'ah yang terbentuk dari tiga kata
dasar ahl, al-sunnah, dan al-jamaah. Ahl berarti famili, keluarga, kerabat,
pengikut aliran atau pengikut madzhab (ashaab al-madzhab). Al-sunnah berarti
perilaku yang diambil dari kata sunan yang berarti jalan. Adapun Sunnah menurut
istilah terdapat beberapa pendapat: Menurut
ulama' ahlul hadits didefinisikan segala yang dinukilkan dari nabi Saw, baik
berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir dan perjalanan hidup nabi.
Adapun menurut
ahlul Ushul al-sunnah diartikan sebagai segala sesuatu yang dinukilkan dari
nabi Saw secara khusus dan tidak terdapat nashnya dalam Al-Qur'an, tetapi
dinyatakan oleh nabi dan menjadi penjelasan isi Al-Qur'an. Sedangkan menurut
ahlul fiqh, al-sunnah diartikan sebagai ketetapan dari nabi Saw yang bukan
fardhu dan tidak wajib.
Akan tetapi
setelah timbul perpecahan di antara golongan-golongan yang bertikai, kemudian
diikuti dengan munculnya bid'ah, kata al-sunnah sering digunakan untuk
membedakannya dengan ahlul bid'ah, yakni sekelompok manusia yang dinilai gemar
menambah ibadah dalam agama berupa sesuatu yang belum pernah ada di zaman nabi
Saw dan tidak pula setelah beliau, serta tidak ditemukan dalilnya dalam
Al-Qur'an.
Dari beberapa
pengertian diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa al-sunnah adalah segala sesuatu
yang di rujukan kepada perilaku atau jalan yang ditempuh nabi Saw. Akan tetapi,
dalam konteks ini pengertian al-sunnah yang diterima dan dipahami oleh
masyarakat bukan hanya terbatas pada perilaku yang dirujukan kepada nabi Saw,
melainkan juga kepada sahabat nabi Saw.
Al-jama'ah
dilihat dari segi bahasa berarti kelompok yang berasal dari kata jama'a yang
artinya perhimpunan, sedang pengertian al-jama'ah dari istilah sangat berbeda
karena pengaruh setting sosial umat manusia pada saat para ulama'
mendefinisikan pada saat itu. Pengertian al-jama'ah menurut imam al-Bukhari
adalah , ahlul 'ilmi (kaum intelektual/ulama')
sedangkan menurut imam as-Sarkasi mendefinisikan al-jama'ah sebagai
jama'ah kaum muslimin yang termasuk dalam kategori orang-orang yang
mempertahankan kebenaran dimana saja mereka berada.
Menurut imam
at-Thabari, al-jama'ah adalah golongan mayoritas, ibn al-Mubarrak menafsirkan
al-jama'ah sebagai orang-orang yang memiliki sifat-sifat keteladanan yang
sempurna berdasarkan Al-Qur'an dan hadits, sedangkan ulama' lain seperti
asy-Syatibi membatasi al-jama'ah hanya kepada para sahabat saja, dan
orang-orang sesudah mereka tidak digolongkan sebagai al-jama'ah.
Dengan demikian
ahlussunnah wal jama'ah (Aswaja) berarti :
اهل منهج الفكرالدينی
المشتمل علی شؤون الحياة ومقتضاياتهاالقاءم علی اساس التوسط والتوازن والتعادل والتسامح
"Orang-orang
yang memiliki metode berpikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan
yang berlandaskan atas dasar-dasar moderasi, menjaga keseimbangan dan
toleran".
Kemoderatan
Aswaja tercermin pada metode pengambilan hukum (istinbaath) yang semata-mata
tidak menggunakan nash, namun juga memperhatikan posisi akal. Begitu pula dalam
wacana berfikir selalu menjembatani antara Wahyu dengan rasio (al-ra'yu).
Metode (manhaj) yang seperti inilah yang diimplementasikan oleh imam madzhab
empat serta generasi berikutnya dalam menelorkan hukum-hukum pranata sosial
(fiqh). Sifat netral (tawazun) Aswaja berkaitan dengan sikap mereka dalam
politik, Aswaja tidak terlalu membenarkan kelompok garis keras (ekstrim).
Akan tetapi
bila berhadapan dengan penguasa yang lalim, mereka tidak akan segan-segan
mengambil jarak dan mengadakan aliansi. Dengan kata lain, suatu saat bisa
akomodatif, suatu saat bisa lebih dari itu meskipun masih dalam batas tawazun.
Ta'adul
(keseimbangan) Aswaja terefleksikan pada kiprah mereka dalam kehidupan sosial,
cara mereka bergaul serta kondisi sosial budaya mereka. Begitu pula sikap
toleran Aswaja tampak dalam pergaulan dengan sesama muslim yang tidak
mengkafirkan ahl-qiblat serta senantiasa bertasammuh terhadap sesama muslim
maupun umat manusia pada umumnya.
1.
Bahkan
hampir semua golongan atau aliran mengklaim dirinya Aswaja kecuali Syi'ah, karena
mengacu pada hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi
وقال
ﷺ : ستفترق امتي...........................ما انا عليه واصحابي
" .......... mereka yang mengikuti apa yang aku lakukan dan
para sahabat ku ". Kenapa Syi'ah tidak mau ? Karena tidak semua sahabat
diterima oleh mereka termasuk sahabat abu bakar, Umar , Usman dll.
2.
Yang
membedakannya kalau Aswaja NU sebagaimana yang disebutkan oleh imam al-zabidi
(w.1205 H) dalam ithaff Sadat Al-Muttaqin (Syarah ihya' Ulumuddin) beliau
berpendapat
اذااطلق
اهل السنة فاالمرادبه العشعارية والمتردية
"Jika yang disebutkan ahlussunnah, maka yang dimaksud penganut
al-Asy'ari dan al Maturidi".
Dari sinilah KH
Hasyim Asy'ari menulis dalam kitabnya
رسلة
اهل السنة والجماعة ص / ٢٣.
Jadi
Aswaja an-nahdliyyah adalah Aswaja yang dalam aqidah (teologi) mengikuti imam
al-Asy'ari dan imam al-Maturidi sedang dalam fiqh mengikuti madzhab imam
Hanafi, imam Malik, imam Syafi'i, dan imam Hambali adapun dalam bidang tasawuf
mengikuti imam Al-Ghazali dan imam al-Junaidi.
Akan
tetapi faham diluar NU tidak selalu mengikuti imam-imam yang telah disebutkan
tadi. Bahkan ada yang tidak bermazhab dengan jargon kembali pada Al-Qur'an dan
al-hadits. Demikian penjelasan singkat semoga temen-temen menambahi terutama
yang saat ini mengajar Aswaja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar